Sejarah Masuknya
Islam di Andalusia
Dalam sejarah Ilmu Pengetahuan dan peradaban Islam,
tanah Spanyol (di ujung selatan Benua Eropa) lebih banyak dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari
sebutan tanah semenanjung Iberia.
Julukan Andalusia ini berasal dari kata Vandalusia, yang artinya negeri bangsa
Vandal, karena bagian selatan semenanjung ini pernah dikuasai oleh bangsa Vandal
sebelum mereka dikalahkan oleh bangsa Gothia Barat pada abad V.
Semenjak Thariq bin Ziyad, bawahan Musa bin Nushair
gubernur Qairuwan, mengalahkan pasukan Spanyol pimpinan Rhoderiq raja bangsa
Gothia tahun 92 H / 711 M dalam Pertempuran Guadalete, Andalusia masuk ke dalam
kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Kemenangan ini menjadi awal bagi Thariq untuk
menaklukan kota-kota lain di semenanjung Iberia
(Andalusia) yang
merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh
orang Kristen Visigoth, tanpa banyak kesulitan. Kekuasaan Islam terus berkembang hingga pada tahun 719 M.
Hanya daerah Galicia,
Basque dan Asturias yang tidak tunduk kepada kekuasaan
Islam. Setelah itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia
untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil
dihentikan oleh kaum Frank dalam pertempuran Tours
(732 M). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal dan Perancis bagian selatan.
2.2 Masa Kejayaan
a. Masa Kekhalifahan
Tharif dapat disebut sebagai
perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan
perang, lima
ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal
yang disediakan oleh Julian.
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak
mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak
sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi
dalam tubuh kerajaan
Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar
untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn
Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000
orang di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad Rahimahullah.
Thariq ibn
Ziyad Rahimahullah lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan
hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar
yang didukung oleh Musa ibn
Nushair Rahimahullah dan sebagian lagi orang Arab
yang dikirim Khalifah al-Walid Rahimahullah.
Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad Rahimahullah. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq
dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Dengan dikuasainya daerah ini, maka
terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang
bernama Bakkah, Raja Roderick
dapat dikalahkan. Dari situ Thariq Rahimahullah dan pasukannya terus
menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu
kota kerajaan
Gothik saat itu). Sebelum Thariq Rahimahullah berhasil
menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn
Nushair Rahimahullah di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan
sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang.
Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh
Thariq ibn
Ziyad Rahimahullah membuat jalan untuk penaklukan wilayah
yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn
Nushair Rahimahullah merasa perlu melibatkan diri dalam
gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu
pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya
dapat ditaklukkannya. Setelah Musa Rahimahullah berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville,
dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan
Gothic, Theodomir
di Orihuela,
ia bergabung dengan Thariq di Toledo.
Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota
penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa
sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah
berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd
al-Aziz Rahimahullah tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran
ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan
Perancis Selatan.
Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah Rahimahullah,
tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya,
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah.
Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan
dari sini ia mencoba menyerang kota Tours.
Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours
itu ia ditahan oleh Charles Martel,
sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara
yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat
penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon
tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat
di Laut Tengah, Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam
di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan
abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis
Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam
nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor
eksternal dan internal yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor
eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan
menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam
beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang
dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama
lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan
dibunuh secara brutal.
Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem
kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan
ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti
kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.
Berkenaan dengan itu Amer Ali,
seperti dikutip oleh Imamuddin
mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan
dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di
jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di
bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic.
Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada
penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan
pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur
tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak
coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan
Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk
keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan
lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol masih berada di
bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian
maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena
didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth,
perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah
dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu
daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat
perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi,
dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick,
Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah
ketika Raja Roderick
memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo,
sementara Witiza, yang
saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo,
diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila,
kakak dan anak Witiza.
Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick.
Mereka pergi ke Afrika Utara dan
bergabung dengan kaum muslimin.
Sementara itu terjadi pula konflik
antara Roderick
dengan Ratu Julian,
mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga
bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam
untuk menguasai Spanyol, Julian
bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan
Musa Rahimahumullah.
Hal menguntungkan tentara Islam
lainnya adalah bahwa tentara Roderick
yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat
perang Selain itu, orang Yahudi yang selama ini
tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan
kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor
internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokon-tokoh
pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam
penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya
kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah
dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam
yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi,
persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang
terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan
penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam
di sana.
b. Perkembangan
Politik
Pada awalnya, Al-Andalus
dikuasai oleh seorang wali Yusuf Al-Fihri
(gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa
jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an M, terjadi perang saudara yang
menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Dan pada tahun 746
M, Yusuf Al-Fihri
memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak
terikat kepada pemerintahan di Damaskus.
Pada tahun 750
M, bani Abbasiyah
menjatuhkan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dan merebut kekuasaan atas
daerah-daerah Arabia. Namun pada tahun 756
M, Abdurrahman I (Ad-Dakhil) melengserkan Yusuf
Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba dengan gelar Amir Kordoba. Abdurrahman menolak untuk tunduk
kepada kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, karena pasukan Abbasiyah
telah membunuh sebagian besar keluarganya.
Ia memerintah selama 30 tahun, namun
memiliki kekuasaan yang lemah di Al-Andalus dan ia berusaha menekan perlawanan
dari pendukung Al-Fihri maupun khalifah Abbasiyah.
Selama satu setengah abad
berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai Amir Kordoba, yang memiliki
kekuasaan tertulis atas seluruh Al-Andalus bahkan kadang-kadang meliputi Afrika Utara bagian barat. Pada kenyataannya,
kekuasaan Amir Kordoba, terutama di daerah yang berbatasan dengan kaum Kristen,
sering mengalami naik-turun politik, itu tergantung kecakapan dari sang Amir
yang sedang berkuasa. Amir Abdullah bin Muhammad
bahkan hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja.
Cucu Abdullah, Abdurrahman III, menggantikannya pada tahun 912
M, dan dengan cepat mengembalikan kekuasaan Umayyah atas Al-Andalus dan bahkan
Afrika Utara bagian barat. Pada tahun 929 M ia mengangkat dirinya sebagai Khalifah, sehingga keamiran ini sekarang
memiliki kedudukan setara dengan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan kekhalifahan Syi'ah di Tunis.
c. Perkembangan Peradaban
Umat Islam di
Spanyol telah mencapai kejayaan yang gemilang, banyak prestasi yang mereka
peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan juga dunia kepada kemajuan yang
lebih kompleks, terutama dalam hal kemajuan intelektual.
Dalam masa lebih
dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana.
Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan
kemudian membawa dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah
negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi
dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol
Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari :
- Komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan)
- Al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam)
- Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara)
- Al-Shaqalibah (tentara bayaran yang dijual Jerman kepada
penguasa Islam)
- Yahudi
- Kristen Muzareb yang berbudaya Arab
- Kristen yang masih menentang kehadiran Islam
Semua komunitas
itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya
lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan
pembangunan fisik di Andalusia - Spanyol.
1. Filsafat
Islam di Spanyol
telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah
Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa
Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas inisiatif
al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam
jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya
mampu menyaingi Baghdad
sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh
para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk
melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Bagian akhir abad
ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di
gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia
lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan
dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli
fiqh dengan karyanya Bidayah al- Mujtahid.
2. Sains
IImu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya
al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana
matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong
modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad
ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan bint
Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita.
Dalam bidang
sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri
muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M)
mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua
sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika.
Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
Ilmu sejarah dan sosiologi juga berkembang pesat di Andalusia semasa pemerintahan Islam. Ahli sejarah dan
sosiologi yang menjadi peletak dasar teori-teori sejarah dan sosiologi banyak
bermunculan pada masa ini. Mereka antara lain; Ibnu Hazm dengan karyanya
Jamharah al-Ahsab dan Rasail fi Fadl Ahlal Andalus, Ibnu Batutah (1304 – 1374)
seorang sejarawan yangpernah berkunjung ke Indonesia dan Asia Tenggara, Ibnu
Jubair dari Valencia (1145 – 1228 M) seorang ahli sejarah dan geografi yang
menulis sejarah negeri-negeri muslim Mediterania dan Cicilia, Ibnu Khaldun dari
Tunis, seorang ahli filsafat sejarah yang terkenal dengan bukunya Mukaddimah.
3. Bidang Agama dan Hukum
Islam
Bidang ilmu-ilmu
Islam juga turut berkembang pesat di Andalusia, yang pada akhirnya melahirkan
tokoh-tokoh yang berkompeten di bidang ini, antara lain Ibnu Rusyd yang
terkenal dengan karyanya; Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayah al-Mukhtashid, dan
Ibnu Hazm yang terkenal dengan karyanya; Al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam, dan
sebagainya.
Dalam bidang fiqh,
Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan
mazhab ini di sana
adalah Ziad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya
yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqh lainnya
diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa’id al-Baluthi dan
Ibn Hazm yang terkenal.
4. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik
dan suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn
Nafi yang dijiluki Zaryab. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan jamuan,
Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai
penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik
pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya
tersebar luas.
5. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah
menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat
diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol
menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam
bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara
lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Aljiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu
Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring
dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-’Iqd
al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn
Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang
lain.
6. Bidang Pembangunan Fisik.
Pemerintahan Islam di Andalusia juga
mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut sarana dan prasarananya,
misalnya membangun tropong bintang di Cordova, membangun pasar dan jembatan,
melakukan upaya pengendalian banjir dan penyimpanan air hujan, membangun sistem
irigasi hidrolik dengan menggunakan roda air (water wheel), memperkenalkan
tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan
lainnya.